Saturday, October 10

Di Satu Ruang, Aku Mendengar

Ini tentang aku jatuh. Aku hilang kendali.
Barangkali duniaku kali ini sedang sedikit terjepit.
Ku teruskan melangkah dan melangkah hingga jauh.
Seperti ada tolakan yang dibuat ketika aku hendak menoreh ke belakang. Di mana banyak jalan-jalan rubuh di akhirnya. Dan sempat membuatku tergelincir ke dalam lubang sendu.

Aku muak bersama hari-hari yang tak bermatahari. Sampai aku ragu apakah ini siang terang ataukah malam yang pekat. Kadang aku menangis sambil tersadar. Sadar bahwa air mata ini terjatuh hanya untuk beberapa sandiwara yang berulang.

BANGUN !

Aaah tapi ini sudah terlalu nikmat untuk dikecap. Bahkan merpati pun pernah terbang sambil tersenyum. Aku menginginkan air yang mengguyur habis otakku, hatiku pun andai bisa. Ke mana aku akan menepi jika aku pun galau sendiri.

Aku pernah melihat bintang yang berkedip. Cantik.
Obatku ketika aku ingin merasa teduh. Mereka yang menjadi hiasan musiman-ku. Walau sempat aku iri ,mengapa mereka ditempatkan Tuhan jauh di atas langit sana, kecil, namun memancarkan banyak harapan, seperti harapan manusia-manusia yang menggantung di genting bumi. Sedangkan aku hanya ditempatkan di dunia yang melingkar, membuatnya terasa seolah aku tak punya ujung ,sudah limabelas tahun ini aku berlari mengitari pulau-pulau tepian. Dan hasilnya hampir selalu nihil.

Di satu waktu aku termenung, aku menyadari. "Inikah rencana-Mu, Tuhan?" . Aku dalam bisik.

Di satu ruang, aku mendengar ,
"Yang terbaik bukan selalu yang terindah.."


~bersama hujan yang masih merintik

No comments: