Benar. Bahwa serpihan-serpihan luka itu masih belum tersapu bersih
Bahkan ketika raganya kembali
Ataupun ketika hatinya mencoba berputar ke belakang
Dan aku menolak
Benar. Bahwa aku harus melangkah
Bahkan ketika dunia tidak mau mendorongku
Ataupun ketika rayuan palsu itu memaksaku dari belakang sana
Dan aku tetap akan menolak
“Sudah saja, kau lupakan salahku yang lalu.”
Demi Tuhan ini semua tidak seperti apa yang lidahmu ucapkan
Apakah kau tahu bahwa di setiap detik cacat-cacat ini semakin membuatku lumpuh ketika ingatan-ingatan laluku mulai berkecambuk satu
Betapa tololnya ketika aku mengumbar tawa, atau ketika aku tebarkan senyum pada mereka
Adakah yang menyadari bahwa tujuh puluh limanya dari itu adalah PALSU
dan mengapa hingga saat ini kau buat semua cerita menjadi terasa begitu sedih?
Sementara di kediaman engkau hanya asyik duduk
Lalu kau biarkan tanganmu yang berusaha merangkai berbagai alasan yang kian hari kian melemah
Untuk kali ini air mata adalah teman
Dan jika boleh aku mengakui, sejujurnya aku lelah untuk hari-hari serupa ini
No comments:
Post a Comment